Peran TNI dan Komponen Lainnya dalam Bela Negara Guna Mengawal
Keutuhan NKRI
Negara mempunyai sifat-sifat khusus yang
merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat
pada negara saja serta tidak terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya
(Budiardjo, 2002: 40). Dalam alam kehidupan modern sekarang ini, setiap orang
menjadi warga dari suatu negara. Tidak ada seorang pun yang dapat terlepas dari
rangka negara dan kondisi seperti itu menuntut diri orang tersebut memiliki loyalitas
terhadap negaranya.
Demikian pula dengan warga negara Indonesia,
semua terikat dalam komunitas dan organisasi bernama NKRI. Sebagai bagian dari
komunitas asosiasi negara, warga negara dituntut memiliki loyalitas terhadap
negaranya (baca: NKRI). Djiwandono dalam Widiastono (2004: 26) menyebutkan,
kewarganegaraan merupakan wujud loyalitas akhir dari setiap manusia modern.
Bentuk loyalitas seperti itu memperlihatkan hubungan yang saling melengkapi
antara negara dan warganya. Negara sebagai asosiasi bersama merupakan instrumen
yang eksistensinya sangat bergantung pada peran warga negara, sementara itu
warga negara membutuhkan negara sebagai tempat menjalankan proses sosialnya.
Secara lebih jauh, hubungan negara dan warga
negara terjelma secara lebih jelas dalam koridor adanya hak dan kewajiban.
NKRI, seperti juga negara-negara lainnya di jagad raya ini, memiliki kewajiban
terhadap warga negaranya. Kewajiban negara terhadap warga negara adalah
memberikan kesejahteraan hidup maupun keamanan lahir batin. Negara harus dapat
menjamin hak-hak mendasar dan harkat martabat yang dimiliki warga negara
sebagai manusia. Secara legal formal, kewajiban negara terhadap warga negara
Indonesia tercantum dalam pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 meliputi
mewujudkan cita-cita dan tujuan negara.
Sebaliknya negara juga berhak atas konsesi
tertentu dari warganya dalam wujud loyalitas terhadap negara. Telah diatur di
dalam UUD 1945, adanya hak serta kewajiban warga negara dalam sistem
ketatanegaraan. Dari perspektif tertentu, hak dan kewajiban warga negara yang
diterakan dalam UUD 1945 tersebut dapat pula dilihat sebagai kewajiban yang
harus dipenuhi negara terhadap warganya. Namun, sementara ini segi yang perlu
ditekankan adalah dari aspek hak dan kewajiban warga negara. Adapun pasal-pasal
yang berkaitan dengan warga negara tercantum pada Bab X meliputi Pasal 26,
27,28, dan, 30. Hak dan kewajiban yang tercantum di dalam pasal-pasal
konstitusi negara tersebut selanjutnya dilengkapi pula dengan penjabaran secara
lebih terperinci dan operasional di dalam undang-undang terkait.
Dalam konteks bela negara, warga negara
Indonesia terikat dengan Pasal 30 UUD 1945. Dalam Pasal Pasal 30 (ayat 1) hasil
amandemen disebutkan, ”Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha-usaha pertahanan negara.” Mengacu ayat 1 Pasal ini, semua warga negara
Indonesia tanpa kecuali berhak dan wajib dalam usaha pembelaan terhadap negara.
Semua komponen bangsa harus merasa terpanggil untuk memiliki loyalitas terhadap
negaranya.
Pada ayat berikutnya (ayat 2) disebutkan, usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung. Ayat ini merupakan lanjutan, lebih memperinci
pelaksanaan bela negara melalui pelaksanaan sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta. Bila diteruskan, pada ayat 5 antara lain disebutkan bahwa
susunan dan kedudukan TNI-Polri, hubungan TNI-Polri di dalam menjalankan
tugasnya, dan syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan
negara diatur dengan undang-undang. Pengaturan seperti tercantum pada ayat 5
Pasal tersebut dimaksudkan lebih memperjelas mekanisme upaya bela negara yang
dilakukan warga negara termasuk unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Urgensi Bela Negara
Menurut KBBI (2007: 123), kata bela berarti
’memihak untuk melindungi dan mempertahankan.’ Dengan demikian, bela negara
berarti ’memihak untuk melindungi dan mempertahankan negara.’ Lalu dengan
pengertian lebih formal, pembelaan terhadap negara (bela negara) pada dasarnya
merupakan tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh,
terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta
kesadaran hidup bermasya-rakat, berbangsa, dan bernegara. Bagi warga negara
Indonesia, usaha bela negara dilandasi oleh kecintaan terhadap tanah air
(wilayah Nusantara) dengan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta UUD 1945
sebagai konstitusi negara. Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan
kerelaan setiap warga negara untuk rela berkorban demi mempertahankan
kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan, keutuhan wilayah
nusantara, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Sebenarnya apakah yang melatar belakangi
pentingnya loyalitas warga terhadap negara. Mengapa diperlukan kesadaran warga
negara melakukan pembelaan terhadap negara? Jawabnya jelas yaitu untuk
melindungi dan mempertahankan negara NKRI. NKRI tidak boleh bubar. Bendera
Merah Putih harus tetap berkibar. Kita ketahui, fakta sejarah memberikan
pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga keutuhan negara. Untuk sekedar
menyebutkan contoh, pada awal tahun 90-an, negara adidaya Uni Soviet runtuh dan
terpecah menjadi belasan negara baru.
Kasus bubarnya negara Uni Soviet ini
menyempurnakan tesis Frederich Ratzel pada abad ke-19 tentang penganalogian
pertumbuhan negara dengan pertumbuhan organisme. Ratzel menyebutkan, dalam
hal-hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan
organisme yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh,
berkembang, mempertahankan hidup, menyusut, dan mati (Sumarsono dkk., 2002:
59).
Mengutip postulat Ratzel dengan konsep lebensraum-nya,
negara Uni Soviet lahir, tumbuh berkembang, dan sampai sekitar hampir 70 tahun
usianya kemudian mati. Jika negara sekaliber adidaya seperti Uni Soviet saja
bisa bubar meski dengan keheningan (baca: bukan atas invasi atau konflik
bersenjata dengan negara lain), bagaimana pula dengan negara lainnya.
Jangan-jangan hanya menunggu giliran.
Selain itu, kasus negara Kuwait juga patut
diberi catatan. Negeri yang kaya sumber energi itu sempat dicaplok Irak, negara
jirannya. Lalu Irak sendiri yang kemudian melepaskan Kuwait setelah mendapat
tekanan dari kekuatan multinasional, dalam drama berikutnya malah gantian
dikuasai Amerika. Sampai berita terkini, Kuwait dan Irak masih berdiri sebagai
negara. Namun hampir mustahil kedua negara itu dapat sepenuhnya melepaskan diri
dari bayang-bayang Amerika yang telah mengembalikan eksistensi keduanya sebagai
negara.
Fakta sejarah bubarnya negara dan pencaplokan
oleh negara lain merupakan alasan terkuat pentingnya upaya mempertahankan
eksistensi negara. Namun fakta sekelumit sejarah itu bukan satu-satunya alasan.
Dinamika perikehidupan dan perjalanan negara juga menjadi realitas tersendiri.
Negara-negara di muka bumi ini masing-masing mempunyai catatan tersendiri.
Tidak terkecuali NKRI. Sejak menegara melalui Proklamasi Kemerdekaan pada tahun
1945, negeri ini mengalami berbagai ujian yang patut pula dijadikan pelajaran
untuk semakin memahami pentingnya melakukan pembelaan terhadap negara.
Di awal kemerdekaan, kita dihadapkan dengan
berbagai pemberontakan yang bertujuan merongrong negara. Dari catatan sejarah
perjuangan bangsa, diketahui adanya gerakan separatis seperti PRRI/Permesta dan
RMS. Dalam perkembangannya sampai di era sekarang, masih patut diwaspadai
adanya pihak-pihak yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Selain itu ada pula pihak-pihak
yang ingin mengganti Pancasila dengan paham ideologi lain seperti DI/TII dan
PKI. Meskipun sebagian sejarah ada yang menyebutkan perongrongan seperti itu
melibatkan campur tangan pihak luar, gangguan seperti itu lebih merupakan
kejadian yang bersumber dari dalam sendiri.
Dalam kenyataannya, gangguan yang bersumber
dari luar dan melibatkan negara luar juga ada. Sebut saja, masalah perbatasan
dengan negara jiran sampai sekarang masih belum tuntas. Sebagai contoh, kita
masih berurusan dengan negara Malaysia dalam kasus blok Ambalat. Dalam
keterangan terakhir Panglima TNI di depan peserta seminar nasional ”Mengawal
NKRI di Perbatasan”, terdapat dua belas pulau terluar kita yang potensial
diganggu gugat negara lain karena belum tuntasnya perundingan penetapan batas
wilayah tiap negara (Kompas, 13 Januari 2010: 5). Hal seperti itu tentu
mengetuk kesadaran kolektif kita tentang pentingnya mempertahankan tiap jengkal
wilayah teritorial kita. Kita tidak ingin terulang lagi kasus lepasnya pulau
yang kita pahami sebagai bagian dari wilayah nusantara, seperti yang terjadi
pada Pulau Sipadan dan Ligitan.
Peran TNI dalam Bela Negara
Dalam kehidupan ketatanegaraan kita, peran TNI
dalam bela negara telah jelas yaitu sebagai alat pertahanan negara di bidang
pertahanan. Dalam peran sebagai alat pertahanan negara tersebut, TNI
menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Kebijakan politik negara yang dimaksud adalah kebijakan dan keputusan politik
pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat yang dirumuskan melalui
mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam
hal ini, TNI mengikuti politik negara yang mengutamakan prinsip demokrasi,
supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan juga hukum internasional
yang sudah diratifikasi.
Mengacu UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, hakikat pertahanan negara itu sendiri adalah segala upaya
pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran
atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri
(Pasal 4). Hal ini memberikan pemahaman bahwa dalam upaya pertahanan negara
akan melibatkan seluruh komponen bangsa. Selain itu, harus disadari kondisi
pertahanan negara adalah suatu hasil yang didasarkan pada upaya dan kekuatan
sendiri. Kita tidak boleh mengandalkan ketahanan nasional kita dengan bersandar
pada negara lain. Katakanlah, kita memang membina hubungan bilateral, regional,
dan bahkan internasional dengan negara-negara lain, tetapi hal itu tidak berarti
kita menjaminkan keamanan negara kepada negara lain.
Selanjutnya, pada Pasal 6 disebutkan bahwa
(ayat 1) Pertahanan negara diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan
secara dini dengan sistem pertahanan negara, (ayat 2) Sistem pertahanan negara
dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan
didukung komponen cadangan dan komponen pendukung, dan (ayat 3) Sistem
pertahanan negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga
pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk
dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung unsur-unsur lain dari kekuatan
bangsa. Dari muatan pasal tersebut, sudah jelas bahwa TNI berperan sebagai
komponen utama dalam menghadapi ancaman militer dan dalam kegiatan itu TNI
didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Dalam peran sebagai alat pertahanan negara, UU
No. 34 Tahun 2003 mengamanatkan adanya fungsi dan tugas TNI. Fungsi TNI
meliputi penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman
bersenjata dari luar dan dalam negaeri, penindak terhadap setiap bentuk
ancaman, dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat
kekacauan keamanan. Kemudian, tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan
negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas pokok TNI
tersebut selanjutnya dilakukan dengan operasi militer untuk perang (OMP) dan
operasi militer selain perang (OMSP).
Sesuai amanat UU, TNI harus dapat
mengakutalisasikan peran, fungsi, dan tugasnya itu. Bela negara bagi TNI adalah
adalah panggilan tugas dan hukumnya wajib yang secara legal formal tertuang
dalam ketentuan yang diatur oleh negara melalui undang-undang. Dalam kerangka
itu, TNI selalu berupaya mewujudkan kesiapannya dalam menjaga berbagai
kemungkinan yang terjadi, termasuk kemungkinan untuk berperang. Bukankah ada
adagium yang menyebutkan, bila ingin damai bersiaplah untuk perang. Untuk itu,
dapat dipahami TNI kita pada saat damai sekarang ini selalu melaksanakan
latihan. Berbagai perangkat pendukung disiapkan dan dibina meliputi organisasi,
SDM, sarana dan prasarana, persen-jataan, dan juga alutsista.
Dalam era reformasi sekarang ini, TNI
menjalankan peran secara penuh sebagai alat pertahanan negara. Dalam kaitan
itu, kita ingin TNI ideal dengan kemampuan dan kekuatan yang ideal pula. Hanya
saja, tidak dapat dipungkiri dalam membangun kekuatan dan kemampuan yang
diidealkan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dihadapkan dengan dinamika
keterbatasan ekonomi negara terutama dalam memperlengkapi alutsistanya,
bayangan sebagai kekuatan yang besar, modern, dan profesional masih perlu
proses.
Mencermati fenomena berbagai keterbatasan yang
ada, TNI harus tetap berkonsentrasi pada amanat menjalankan bela negara. Dalam
kondisi seperti itu, TNI mengoptimalkan sumber daya yang ada demi pelaksanaan
tugas sebagai alat pertahanan negara. Betapapun, keutuhan NKRI adalah harga
mati bagi TNI. Artinya TNI menyadari tanggung jawab besar pelaksanaan tugasnya
dalam menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara.
Dalam pelaksanaan tugasnya, TNI tentu tidak
semata terpusat pada masalah pembinaan kesiapan operasional kekuatan dan
kemampuan alutsista. TNI menyadari kompleksitas masalah yang dihadapi bangsanya
dan dalam rangka mengatasinya semua komponen bangsa harus terlibat di dalamnya.
Semua komponen bangsa harus secara bersama-sama melakukan upaya dalam konteks
melakukan kegiatan bela negara. Menyadari pentingnya kebersamaan, TNI melalui
para personelnya melakukan pendekatan sosial secara proporsional. Hal ini
sejalan dengan konsep reformasi internal yang dilaksanakan TNI khususnya di
bidang reformasi kultur.
Dalam kaitan itu, setiap prajurit mestinya
menyadari perannya itu untuk dapat menampilkan profil yang dapat mencerminkan
jatidiri sebagai prajurit sejati yakni sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang,
Tentara Nasional, dan Tentara Profesional. Dalam implementasinya, peran yang
dilakukan prajurit tercermin dari tutur kata, sikap, dan perilakunya
sehari-hari. Secara jelas prajurit bagian dari masyarakat juga yang
kehidupannya tidak lepas dari masyarakat. Prajurit semestinya dapat menempatkan
diri secara bijak dan dapat diteladani oleh anggota masyarakat lainnya
Bela Negara Milik Kita Semua
Bela negara tentu saja bukan monopoli TNI dan
jajarannya. TNI adalah institusi negara dengan peran sebagai alat pertahanan
negara dengan fungsi dan tugas seperti diatur di dalam undang-undang. Pada
dasarnya, semua komponen bangsa memiliki kewajiban dalam melakukan pembelaan
terhadap negara. Diamanatkan oleh UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pertahanan negara. Selanjutnya dikuatkan
di dalam UU bahwa pertahanan negara bersifat semesta yang penyelenggaraannya
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara.
Di dalam UU juga dijelaskan, bahwa dalam
penyelenggaraan pertahanan negara dipahami adanya ancaman militer dan ancaman
nonmiliter. TNI dan komponen lain memiliki peran yang telah ditentukan. Dalam
menghadapi ancaman militer, TNI berkedudukan sebagai komponen utama didukung
komponen cadangan dan komponen pendukung. Lalu dalam menghadapi ancaman
nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai
unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi didukung oleh
unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Hal ini menegaskan semua komponen bangsa
punya andil untuk terlibat dalam usaha pertahanan negara. Ringkasnya, semua
warga negara harus berperan dalam bela negara.
Dalam pemaknaan umum, kata bela (lengkapnya membela)
biasanya digunakan untuk melindungi seseorang yang terdesak atau mengalami
masalah. Sebut saja di lingkungan pengadilan, pembela diperlukan mendampingi
terdakwa agar terhindar dari hukuman berat. Bila perlu terdakwa dengan
pertolongan pembela akan terbebas sama sekali dari jerat hukum yang akan
dijatuhkan. Dalam kaitan kegiatan bela negara, dapat diasumsikan negara
mengalami masalah sehingga butuh pembelaan dari warganya.
Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan
urgensi bela negara. Secara lebih kontekstual, ada berbagai issu yang patut
mendapatkan perhatian kita meli-puti ancaman terorisme, korupsi, konflik sosial
berbau SARA, gerakan separatis, kesenjangan sosial, kemiskinan,illegal
logging, bencana alam, dan sebagainya. Hal-hal seperti itu menjadi masalah
negara yang dapat dipandang akan menurunkan kondisi ketahanan nasional kita. Di
sinilah dibutuhkan peran semua komponen bangsa melakukan bela negara.
Masing-masing pihak semestinya dapat
berkontribusi sesuai kapasitas yang ada pada dirinya. Tanpa kemauan dan
kesadaran seluruh warga negara, kondisi negara akan terus bermasalah. Ibarat
dalam kasus pengadilan, negara tetap akan menjadi terdakwa dengan ancaman
hukuman terberat yaitu keutuhan negara tidak bisa dipertahankan lagi.
Dalam konteks bela negara secara umum telah
diatur di dalam UU tentang Pertahanan Negara. Disebutkan, keikutsertaan warga
negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai
prajurit TNI secara sukarela atau wajib, dan pengabdian sesuai profesi.
Khususnya pengabdian sesuai profesi disebutkan didalam penjelasan atas UU RI
Nomor 3 Tahun 2003, yaitu pengabdian warga negara yang mempunyai profesi
tertentu untuk kepentingan pertahanan negara termasuk dalam menanggulangi
dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, atau
bencana lainnya.
Guna kepentingan kegiatan bela negara secara
luas, pengabdian sesuai profesi kiranya dapat dimaknai sebagai pengabdian diri
warga negara sesuai kapasitas yang ada pada diri masing-masing. Katakanlah
seseorang dalam status sebagai pelajar ternyata dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab melaksanakan kegiatan belajar dengan baik sudah dikatakan
melaksanakan usaha bela negara. Demikian pula seseorang yang bekerja secara
jujur dan tidak melakukan korupsi pada dasarnya telah melakukan perbuatan bela
negara.
Pada dasarnya konstitusi negara dan
Undang-undang di negeri ini telah mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam
usaha bela negara. Usaha bela negara tersebut adalah sebagai wujud loyalitas
warga terhadap negara. Pada uraian awal telah disebutkan bahwa bentuk loyalitas
seperti itu memperlihatkan hubungan yang saling melengkapi antara negara dan
warganya. Negara dapat tetap eksis dan semakin berkembang ditentukan kondisi
serta peran warga negara. Dalam hal ini tidak diabaikan unsur pendukung lainnya
seperti SDA dan kondisi geografis yang dimiliki, namun untuk konteks bela
negara lebih tepat fokusnya pada keberadaan negara sebagai asosiasi dihubungkan
dengan peran warga negara dalam seluruh peri kehidupan yang dijalankan.
Penutup
Peran mengawal keutuhan NKRI adalah menjadi
kewajiban seluruh komponen bangsa (warga negara). Semua warga negara harus
mempunyai kepedulian terhadap eksistensi negara. Penting diingat, bela negara
adalah wujud loyalitas warga negara yang harus didasari dengan kesadaran semua
pihak untuk tetap utuhnya NKRI dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945. Dalam
konteks seperti itu, warga negara dapat mengedepankan mekanisme usaha bela
negara seperti diatur dalam konstitusi negara maupun perundang-undangan yang
berlaku.
Berbicara kesadaran bela negara dalam wujud
loyalitas warga negara terhadap negara, agaknya tidak sesederhana menuangkannya
dalam peraturan berwujud undang-undang. Habib (1997: 552) menyebutkan,
loyalitas rakyat atau sebagian rakyat kepada negara atau pemerintahnya tidaklah
merupakan sesuatu yang berlaku secara otomatis (taken for granted),
terutama dalam negara-negara dengan tingkat heterogenitas etnik, budaya, dan
agama yang tinggi. Apalagi bila kondisi itu masih lagi disertai dengan adanya
kesenjangan sosial ekonomi dan politik, akan semakin mempersulit munculnya
kesadaran loyalitas kepada negara.
Pada era sekarang ini, negara yang dapat
direpresentasikan dengan pemerintahan yang ada, tengah melakukan kegiatan
pembangunan dengan giat di segala bidang meliputi pembangunan fisik maupun
nonfisik. Berbagai kemajuan telah dicapai. Namun, harus diakui tingkat kemajuan
yang dicapai mungkin belum dapat memuaskan semua pihak. Selain itu, komponen
bangsa ini dilatarbelakangi dengan kondisi unsur SARA yang sangat beragam.
Sesanti Bhinneka Tunggal Ika sudah final dan sudah lama didengungkan, namun implementasinya
masih penuh perjuangan. Masyarakat mudah tersulut oleh hal-hal kecil dan dapat
menyebabkan terjadinya konflik horisontal berlabelkan SARA seperti terjadi
dalam kasus Ambon. Hal seperti itu menjadi tantangan tersendiri dalam upaya
menimbulkan kesadaran bela negara dari semua warga negara Indonesia guna
mengawal keutuhan NKRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar